March 12th 2024
We, the Malaysian Academic Movement (Pergerakan Tenaga Akademik Malaysia, GERAK) condemn the criminalising and “policing” of academic opinions. The recent opening of a police investigation file on Professor Emeritus Teo Kok Seong, is an affront to academic freedom. It is also an insult to intellectual discourse, and critical and independent thinking in the country.
Furthermore, Prime Minister Anwar Ibrahim has on numerous occasions, called on schools and universities to encourage critical thinking. He has mentioned in several public statements that critical thinking is necessary to curb extremism. In a 2023 speech for example, Anwar rationalised that when people fail to reason and be intellectually critical, extremists and intolerant elements fester in society. Such elements create ethnic and religious divisions which would ultimately destroy any hope for patriotism and ethno-religious cohesion.
Professor Teo’s comments about the existence of vernacular schools, the growing ethnic divisions in our society, and his opinion that the former perpetuates the latter, are his opinions. If anyone disagrees, engage Teo in a rational and critical debate. Counter his opinions with logical rebuttals. Malaysians should use their intellect to counter such views rather than resorting to feebleminded attempts and issuing police reports.
Even though GERAK does not agree with the professor’s opinions, nevertheless we uphold his right to express differing views. We stand by the need to uphold academic freedom in the country, rather than to silence dissenting views simply because politicians and others may disagree with them.
As such, GERAK condemns the blatant investigation of Teo under both the Penal Code (Section 505) and the Communications and Multimedia Act 1998 (Section 233).
GERAK firmly believes that vernacular schools are not the reason why our society is facing a severe erosion in national identity and ethno-religious cohesion. Rather, it is clear that the presence of vernacular schools in Malaysia offers growing opportunities for intercultural dialogue and understanding, which are fundamental in building a multicultural and cohesive society. We believe that by encouraging students from different ethno-religious backgrounds to learn about and appreciate each other’s cultures, we can foster greater empathy and solidarity among Malaysia’s diverse communities.
Unfortunately, the growing polarisation in Malaysia is due more to the political system, which is characterised by ethnic based political parties, and the clamour among politicians for vote-banks based on ethnicity and religion. Also, politicians in the country today are increasingly rejecting the value of healthy debate, critical thinking and to uplift mature, fact-based and rational discourse in society. Instead, they prefer to stifle dissenting opinions. This is an assault on the right to think. Teo’s right to air his views on vernacular schools or the Chinese community in general is his prerogative as a scholar. His right to express an alternative opinion because he is a thinking human being should be celebrated, rather than condemned.
Furthermore, the knee-jerk reaction to issue police reports among certain quarters in the public and among politicians, further divides, rather than unites the country.
GERAK will continue to speak out against the incessant intimidation and harassment of all academics. There has been a history of such harassment in the past, when scholars such as Azmi Sharom, P. Ramasamy, Mohd Ridhuan Tee Abdullah, Mohd Faizal Musa (also known as Faisal Tehrani) and Syed Husin Ali were subject to intense harassment and intimidation. This must stop.
Ultimately, the respect for academic freedom is paramount for the development of a cohesive, and an informed and intellectually matured society. Scholars must be free to speak the truth based either on empirical evidence, or to offer opinions which are informed by rational, matured, and critical thinking.
Versi Bahasa Malaysia
Kami, Pergerakan Tenaga Akademik Malaysia (GERAK) menentang tindakan menjenayahkan dan penguatkuasaan undang-undang terhadap pandangan-pandangan akademik. Tindakan membuka fail siasatan polis terhadap Profesor Emeritus Teo Kok Seong pada baru-baru ini merupakan sebuah penistaan terhadap kebebasan akademik. Ia juga merupakan penghinaan kepada wacana intelektual serta terhadap pemikiran kritikal dan mandiri di negara ini.
Perdana Menteri Anwar Ibrahim dalam berbagai kesempatan telah menyerukan kepada sekolah-sekolah dan universiti untuk mendorong pemikiran kritis. Beliau telah menyebutkan dalam beberapa pernyataan awam bahawa pemikiran kritis diperlukan untuk mengekang ekstremisme. Dalam pidato tahun 2023 misalnya, Anwar merasionalisasi bahawa apabila orang gagal mengemukakan alasan dan tidak kritis secara intelektual, maka ekstremis dan elemen intoleran bakal tumbuh subur dalam masyarakat. Elemen-elemen seperti itu menciptakan perpecahan etnik dan agama yang pada akhirnya akan menghancurkan harapan untuk patriotisme dan perpaduan etno-religius.
Komen Profesor Teo tentang kewujudan sekolah-sekolah vernakular, perpecahan etnik yang berkembang di masyarakat kita, dan pendapatnya bahawa sekolah vernakular mengekalkan perpecahan etnik, adalah pendapatnya. Jika ada yang tidak setuju, ajaklah Teo berdebat secara rasional dan kritis. Tolak pendapatnya dengan sanggah yang logik. Masyarakat Malaysia harus menggunakan kecerdasan mereka untuk melawan pandangan-pandangan seperti ini daripada menggunakan tindakan-tindakan yang tidak masuk akal dan membuat laporan polis.
Meskipun GERAK tidak setuju dengan pendapat profesor tersebut, namun kami menjunjung tinggi haknya untuk mengeluarkan pandangan yang berbeda. Kami mendukung perlunya menjunjung tinggi kebebasan akademik di negara ini, dan tidak membisukan pandangan yang berbeda hanya kerana alasan politik atau terdapat pihak-pihak lain tidak setuju dengan pandangan tersebut. Justeru, GERAK mengecam siasatan terang-terangan terhadap Prof Teo di bawah Kanun Keseksaan (Seksyen 505) dan Akta Komunikasi dan Multimedia 1998 (Seksyen 233).
GERAK sangat yakin bahawa sekolah-sekolah vernakular bukanlah alasan mengapa masyarakat kita menghadapi hakisan yang parah dalam identiti nasional dan perpaduan etno-religius. Sebaliknya, jelas bahawa kehadiran sekolah-sekolah vernakular di Malaysia menawarkan peluang yang semakin besar untuk dialog dan pemahaman antara budaya, yang merupakan hal mendasar dalam membangun masyarakat yang berbilang budaya dan kohesif.
Kami percaya bahawa dengan mendorong siswa dari latar belakang etnik dan agama yang berbeda untuk belajar dan menghargai budaya satu sama lain, kita dapat menyemaikan empati dan solidariti yang lebih besar di antara masyarakat Malaysia yang beragam.
Sayangnya, polarisasi yang berkembang di Malaysia lebih disebabkan oleh sistem politik, yang dicirikan dengan parti politik berasas etnik, dan keributan di antara ahli politik untuk mendapatkan sokongan para pengundi berdasarkan etnisiti dan agama. Selain itu, ahli-ahli politik di negara ini pada masa ini semakin menolak nilai perdebatan yang sihat, pemikiran kritikal, dan mengangkat wacana yang matang, berdasarkan fakta dan rasional di masyarakat. Sebaliknya, mereka lebih suka melenyapkan perbedaan pendapat. Justeru, ini adalah serangan terhadap hak untuk berfikir.
Hak Prof Teo untuk menyuarakan pandangannya terhadap sekolah-sekolah vernakular atau komuniti Tionghoa secara umum adalah hak prerogatifnya sebagai seorang cendekiawan. Haknya untuk menyuarakan pendapat alternatif kerana dia adalah manusia yang berpikir harus dirayakan, bukan dikutuk.
Selain itu, reaksi spontan untuk mengeluarkan laporan polis di kalangan tertentu dalam masyarakat dan di antara ahli politik, semakin memecah belah, bukannya menyatukan negara.
GERAK akan terus bersuara menentang ugutan dan gangguan yang berterusan terhadap semua para akademik. Terdapat sejarah gangguan sedemikian pada masa lalu, apabila ilmuwan dan cendekiawan seperti Azmi Sharom, P. Ramasamy, Mohd Ridhuan Tee Abdullah, Mohd Faizal Musa (juga dikenali sebagai Faisal Tehrani) dan Syed Husin Ali dikenakan gangguan dan ugutan yang hebat. Ini mesti mesti dihentikan.
Akhir sekali, penghormatan terhadap kebebasan akademik sangat penting untuk membangun masyarakat yang kohesif, dan masyarakat yang berpengetahuan luas serta matang secara intelektual. Para cendekiawan harus bebas untuk mengatakan kebenaran berdasarkan bukti empiris, atau untuk menawarkan pendapat yang didasari oleh pemikiran yang rasional, matang, dan kritis.
This statement has also been published in Malaysiakini, Free Malaysia Today (BM), Free Malaysia Today (E), Sinar Harian,Aliran